BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA
CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA
PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI
Tujuan: untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.
Pasal 2:
SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:
- PPh Pasal 4 ayat (2);
- PPh Pasal 15;
- PPh Pasal 22;
- PPh Pasal 23; dan
- PPh Pasal 26.
Bentuk Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unfikasi:
- Formulir kertas; atau
- Dokumen elektronik, yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi.
Pengecualian Penyampaian bagi Pemotong/Pemungut:
- Tidak terdapat objek pemotongan dan/atau pemungutan yang harus diterbitkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi; dan
- Tidak terdapat pelunasan PPh terutang atas suatu transaksi/kegiatan, yang dilakukan dengan cara penyetoran sendiri.
Pasal 3
Kriteria Bukti Pemotongan/Pemotongan Unfikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi yang dapat digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh:
Formulir Kertas:
- Membuat tidak lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan
- Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan dasar pengenaan PPh tidak lebih dari 000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak.
Dokumen Elektronik:
- Membuat lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak;
- Terdapat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan nilai dasar pengenaan PPh lebih dari 000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Masa Pajak;
- Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, giro, dan transaksi penjualan saham;
- Telah menyampaikan SPT Masa Elektronik; atau
- Terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.
Pasal 4:
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi terdiri dari:
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar; dan
- Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi
Pengecualian Pembuatan Bukti Potong/Pungut Unifikasi:
- Jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas;
- Transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018 yang terkonfirmasi; ( akan tetapi SSP tetap dibuat)
- PPh Pasal 26 dipotong berdasarkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang ditunjukkan dengan adanya tanda terima Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- PPh terutang yang ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
- PPh yang dipotong atau dipungut dan/atau disetor sendiri diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 5
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar terdiri dari:
- Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, serta PPh Pasal 23; dan
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 26.
Muatan dalam Bukti Pemotongan/Pemungutan:
- Nomor Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar;
- Jenis pemotongan/pemungutan PPh;
- Identitas pihak yang dipotong/dipungut berupa:
- NPWP, Nomor Induk Kependudukan, dan/atau
Tax Identification Number, dan
- Nama;
- Masa Pajak dan Tahun Pajak;
- Kode objek pajak;
- Dasar pengenaan pajak;
- Tarif;
- PPh yang dipotong/dipungut/ditanggung Pemerintah;
- Dokumen yang menjadi dasar pemotongan/pemungutan PPh;
- Identitas Pemotong/Pemungut PPh, berupa NPWP dan nama Pemotong/Pemungut PPh, serta nama penanda tangan;
- Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar ditandatangani; dan
- Tanda tangan dalam hal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar berbentuk formulir kertas atau kode verifikasi dalam hal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar berbentuk formulir Dokumen Elektroni
Ketentuan Penggunaan Satu Bukti Pemotongan Pemungutan Unifikasi Berformat Standar:
- 1 (satu) pihak yang dipotong dan/atau dipungut;
- 1 (satu) kode objek pajak; dan
- 1 (satu) Masa Pajak.
Ketentuan Lain:
Dalam hal pada suatu Masa Pajak terdapat 2 (dua) atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama dan dengan kode objek pajak yang sama, Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar atas transaksi dimaksud.
Pasal 6:
PPh yang dapat menggunakan dokumen lain sebagai bukti potong/pungut:
- Penghasilan berupa bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia dan jasa giro;
- Penghasilan berupa bunga/diskonto obligasi dan Surat Berharga Negara; dan
- Penghasilan dari transaksi penjualan saham yang meliputi saham pendiri, bukan saham pendiri, dan saham milik perusahaan modal ventura.
Dokumen yang dapat dipersamakan sebagai Bukti Pemotongan/Pemungutan antara lain:
- Bukutabungan,
- Rekening koran,
- Rekening kustodian,
- Rekening efek, dan
- Dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun dokumen elektronik.
Ketentuan Isi Dokumen Lain Sebagai Bukti Porong/Pungut:
- Nama pihak yang dipotong;
- Nomor unik transaksi yang berkaitan dengan penghasilan yang dilakukan pemotongan atau pemungutan; dan
- Jumlah PPh yang dipotong.
Pasal 7
Kewajiban Pihak yang dipotong/dipungut dalam Pembuatan Bukti Potong/Pungut:
WPDN:
- NPWP; atau
- Nomor Induk Kependudukan, bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP;
WPLN:
- Tax Identification Number atau
- Identitas perpajakan lainnya
Pasal 8
Daftar Formulir SPT Masa PPh Unifikasi:
- Induk SPT Masa PPh Unifikasi;
- Daftar Rincian Pajak Penghasilan yang Disetor Sendiri;
- Daftar Objek Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pihak Lain; dan
- Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi beserta:
- Daftar Surat Setoran Pajak,
- Bukti Penerimaan Negara,
- Bukti Pemindahbukuan PPh Pasal 4 ayat (2),
- PPh Pasal 15,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23 dan/atau
- PPh Pasal 26.
Muatan dalam SPT Masa PPh Unifikasi:
- Masa Pajak dan Tahun Pajak;
- Status SPT normal atau pembetulan
- Identitas Pemotong/Pemungut PPh;
- Jenis PPh;
- Jumlah dasar pengenaan pajak
- Jumlah nilai PPh yang dipotong, dipungut,
- Ditanggung Pemerintah, dan/atau PPh yang disetor sendiri;
- Jumlah total PPh;
- Jumlah total PPh yang disetor pada SPT yang dibetulkan
- Jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan; nama dan tanda tangan Pemotong/Pemungut PPh atau kuasa; dan
- Tanggal SPT Masa PPh Unifikasi dibuat
Pasal 9
Kewajiban Pemotong/Pemungut PPh:
- penyetoran PPh yang telah dipotong/dipungut paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir;
- Penyetoran PPh terutang yang disetorkan sendirinpaling lama 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir;
- Penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Ketentuan Sanksi:
- Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan Pemotong/Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi sesual dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh.
- Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
Pasal 10
Ketentuan:
SPT Masa PPh Unifikasi hanya dapat disampaikan menggunakan Aplikasi e-Bupot Unifikasi jika Pemotong/Pemungut memiliki Sertifikat Elektronik.
Ketentuan Jika Pemotong Tidak Memiliki Sertifikat Elektronik Atau Punya Akan Tetapi Masa Berlaku Sudah Habis:
Harus menyampaikan permintaan Sertifikat Elektronik yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pasal 11
Pembetulan dan Pembatalan Bukti Potong/Pungut dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut:
- Pembetulan, terdapat kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi atau terdapat transaksi retur; atau
- Pembatalan, dalam hal terdapat transaksi yang dibatalkan
Ketentuan Pembetulan/Pembatalan Bukti Potong/Pungut:
- Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan atas objek pajak yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
- Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan.
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Tambahan dilaporkan dalam pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi.
Ketentuan Lain dalam Pasal 12 & 13:
- Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi mengakibatkan adanya pajak yang kurang dibayar, Pemotong/Pemungut PPh terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut sebelum menyampaikan pembetulan dimaksud.
- Jumlah pajak yang kurang disetor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
- Pemotong/Pemungut wajib melakukan hal berikut ini jika terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan PPh yang mengakibatkan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut:
- Melakukan pembetulan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi menjadi sesuai dengan jumlah PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut; dan
- Melakukan pembetulan SPT Masa Unifikasi sehingga mengakibatkan kelebihan penyetoran PPh,
- Kelebihan penyetoran PPh dapat diminta kembali oleh Pemotong/Pemungut PPh dengan mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang atau Pemindahbukuan, ke KPP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.