DJP Pertegas Penentuan Penghasilan Kena Pajak Perusahaan Asuransi Jiwa
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak memperjelas penentuan penghasilan kena pajak pada perusahaan asuransi jiwa. Hal ini dilakukan dengan memberi penegasan tentang cara pembebanan atas biaya klaim/ manfaat asuransi. Hal ini menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (22/4/2019).
Kejelasan ini tertuang dalam Surat Edaran Dirjen No. SE-08/PJ/2019 yang diteken Dirjen Pajak Robert Pakpahan pada 8 April 2019. Salah satu poin penting dari beleid itu adalah penetapan selisih saldo awal tahun cadangan premi yang telah dikurangi dengan pembayaran klaim/manfaat asuransi pada tahun berjaian dibandingkan dengan cadangan premi yang dihitung oleh aktuaria pada akhir tahun.
Selisih atas perbandingan itu dihitung sebagai penghasilan jika ada penurunan cadangan premia tau sebagai biaya jika ada kenaikan cadangan premi. Penghasilan atau biaya itu merupakan bagian dari tahun berjalan.
“SE itu memperjelas saja, termasuk dengan memberikan contoh penghitungan di lampiran SE, mekanisme pembebanan biaya klaim atau manfaat pada perusahaan asuransi jiwa,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti topik rencana peningkatan investasi Arab Saudi di Indonesia, termasuk dalam industri petrokimia. Otoritas fiskal akan memberi insentif pajak berupa tax holiday demi terwujudnya industri petrokimia di Indonesia.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyuguhkan informasi terkait rencana otoritas fiskal yang akan memberi insentif berupa tambahan alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki kinerja anggaran terbaik sepanjang 2018. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.47/PMK.02/2019.
Melalui Surat Edaran Dirjen No. SE-08/PJ/2019, pemerintah membagi tiga aspek perhitungan penghasilan kena pajak pada perusahaan asuransi jiwa. Pertama, dalam hal saldo awal tahun cadangan premi yang telah dikurangi dengan pembayaran klaim/manfaat asuransi pada tahun berjalan dibandingkan dengan cadangan premi yang dihitung oleh aktuaria pada akhir tahun mengaiami penurunan maka penurunan cadangan premi tersebut merupakan penghasilan pada tahun berjalan.
Kedua, dalam hal saldo awal tahun cadangan premi yang telah dikurangi dengan pembayaran klaim/manfaat asuransi pada tahun berjalan dibandingkan dengan cadangan premi yang dihitung oleh aktuaria pada akhir tahun mengalami kenaikan maka kenaikan cadangan premi tersebut merupakan biaya yang dapat dibebankan pada tahun berjalan.
Ketiga, kenaikan cadangan premi yang merupakan biaya tidak termasuk kenaikan atas pembentukan cadangan terkait hasil investasi yang telah dikenakan pajak penghasilan dengan mekanisme pajak tersendiri yang bersifat final dan/atau bukan merupakan objek pajak.
Sumber:https://news.ddtc.co.id/djp-pertegas-penentuan-penghasilan-kena-pajak-perusahaan-asuransi-jiwa-15669