Call us now: (021) 7807316 | E-Mail: info@maas.co.id

MAAS Consulting

  • About Us
  • Our Consultant
  • Our Services
    • Taxation
    • Auditing And Accounting
    • Bussiness Advisory
  • Our Clients
  • News
  • Forums
  • Career
  • Get in touch
  • Menu Menu
News

Ringkasan PER-23/PJ/2020

BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA

CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI

 

Tujuan: untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.

Pasal 2:

SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:

  1. PPh Pasal 4 ayat (2);
  2. PPh Pasal 15;
  3. PPh Pasal 22;
  4. PPh Pasal 23; dan
  5. PPh Pasal 26.

Bentuk Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unfikasi:

  1. Formulir kertas; atau
  2. Dokumen elektronik, yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi.

Pengecualian Penyampaian bagi Pemotong/Pemungut:

  1. Tidak terdapat objek pemotongan dan/atau pemungutan yang harus diterbitkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi; dan
  2. Tidak terdapat pelunasan PPh terutang atas suatu transaksi/kegiatan, yang dilakukan dengan cara penyetoran sendiri.

 Pasal 3

Kriteria Bukti Pemotongan/Pemotongan Unfikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi yang dapat digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh:

Formulir Kertas:

  1. Membuat tidak lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan
  2. Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan dasar pengenaan PPh tidak lebih dari 000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak.

 

Dokumen Elektronik:

  1. Membuat lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak;
  2. Terdapat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan nilai dasar pengenaan PPh lebih dari 000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Masa Pajak;
  3. Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, giro, dan transaksi penjualan saham;
  4. Telah menyampaikan SPT Masa Elektronik; atau
  5. Terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.

 

Pasal 4:

Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi terdiri dari:

  1. Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar; dan
  2. Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi

Pengecualian Pembuatan Bukti Potong/Pungut Unifikasi:

  1. Jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas;
  2. Transaksi dilakukan dengan Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018 yang terkonfirmasi; ( akan tetapi SSP tetap dibuat)
  3. PPh Pasal 26 dipotong berdasarkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang ditunjukkan dengan adanya tanda terima Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  4. PPh terutang yang ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
  5. PPh yang dipotong atau dipungut dan/atau disetor sendiri diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Pasal 5

Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar terdiri dari:

  1. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, serta PPh Pasal 23; dan
  2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26.

Muatan dalam Bukti Pemotongan/Pemungutan:

  1. Nomor Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar;
  2. Jenis pemotongan/pemungutan PPh;
  3. Identitas pihak yang dipotong/dipungut berupa:
  4. NPWP, Nomor Induk Kependudukan, dan/atau

Tax Identification Number, dan

  1. Nama;
  2. Masa Pajak dan Tahun Pajak;
  3. Kode objek pajak;
  4. Dasar pengenaan pajak;
  5. Tarif;
  6. PPh yang dipotong/dipungut/ditanggung Pemerintah;
  7. Dokumen yang menjadi dasar pemotongan/pemungutan PPh;
  8. Identitas Pemotong/Pemungut PPh, berupa NPWP dan nama Pemotong/Pemungut PPh, serta nama penanda tangan;
  9. Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar ditandatangani; dan
  10. Tanda tangan dalam hal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar berbentuk formulir kertas atau kode verifikasi dalam hal Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar berbentuk formulir Dokumen Elektroni

 

Ketentuan Penggunaan Satu Bukti Pemotongan Pemungutan Unifikasi Berformat Standar:

  1. 1 (satu) pihak yang dipotong dan/atau dipungut;
  2. 1 (satu) kode objek pajak; dan
  3. 1 (satu) Masa Pajak.

Ketentuan Lain:

Dalam hal pada suatu Masa Pajak terdapat 2 (dua) atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama dan dengan kode objek pajak yang sama, Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar atas transaksi dimaksud.

 

 Pasal 6:

PPh yang dapat menggunakan dokumen lain sebagai bukti potong/pungut:

  1. Penghasilan berupa bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia dan jasa giro;
  2. Penghasilan berupa bunga/diskonto obligasi dan Surat Berharga Negara; dan
  3. Penghasilan dari transaksi penjualan saham yang meliputi saham pendiri, bukan saham pendiri, dan saham milik perusahaan modal ventura.

Dokumen yang dapat dipersamakan sebagai Bukti Pemotongan/Pemungutan antara lain:

  1. Bukutabungan,
  2. Rekening koran,
  3. Rekening kustodian,
  4. Rekening efek, dan
  5. Dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun dokumen elektronik.

Ketentuan Isi Dokumen Lain Sebagai Bukti Porong/Pungut:

  1. Nama pihak yang dipotong;
  2. Nomor unik transaksi yang berkaitan dengan penghasilan yang dilakukan pemotongan atau pemungutan; dan
  3. Jumlah PPh yang dipotong.

 

Pasal 7

Kewajiban Pihak yang dipotong/dipungut dalam Pembuatan Bukti Potong/Pungut:

WPDN:

  1. NPWP; atau
  2. Nomor Induk Kependudukan, bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP;

WPLN:

  1. Tax Identification Number atau
  2. Identitas perpajakan lainnya

 

Pasal 8

Daftar Formulir  SPT Masa PPh Unifikasi:

  1. Induk SPT Masa PPh Unifikasi;
  2. Daftar Rincian Pajak Penghasilan yang Disetor Sendiri;
  3. Daftar Objek Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pihak Lain; dan
  4. Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi beserta:
  5. Daftar Surat Setoran Pajak,
  6. Bukti Penerimaan Negara,
  7. Bukti Pemindahbukuan PPh Pasal 4 ayat (2),
  8. PPh Pasal 15,
  9. PPh Pasal 22,
  10. PPh Pasal 23 dan/atau
  11. PPh Pasal 26.

Muatan dalam SPT Masa PPh Unifikasi:

  1. Masa Pajak dan Tahun Pajak;
  2. Status SPT normal atau pembetulan
  3. Identitas Pemotong/Pemungut PPh;
  4. Jenis PPh;
  5. Jumlah dasar pengenaan pajak
  6. Jumlah nilai PPh yang dipotong, dipungut,
  7. Ditanggung Pemerintah, dan/atau PPh yang disetor sendiri;
  8. Jumlah total PPh;
  9. Jumlah total PPh yang disetor pada SPT yang dibetulkan
  10. Jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan; nama dan tanda tangan Pemotong/Pemungut PPh atau kuasa; dan
  11. Tanggal SPT Masa PPh Unifikasi dibuat

 

Pasal 9

Kewajiban Pemotong/Pemungut PPh:

  1. penyetoran PPh yang telah dipotong/dipungut paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir;
  2. Penyetoran PPh terutang yang disetorkan sendirinpaling lama 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir;
  3. Penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Ketentuan Sanksi:

  1. Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan Pemotong/Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi sesual dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh.
  2. Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP.

 

Pasal 10

Ketentuan:

SPT Masa PPh Unifikasi hanya dapat disampaikan menggunakan Aplikasi e-Bupot Unifikasi jika Pemotong/Pemungut memiliki Sertifikat Elektronik.

Ketentuan Jika Pemotong Tidak Memiliki Sertifikat Elektronik Atau Punya Akan Tetapi Masa Berlaku Sudah Habis:

Harus menyampaikan permintaan Sertifikat Elektronik yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

 

Pasal 11

Pembetulan dan Pembatalan Bukti Potong/Pungut dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut:

  • Pembetulan, terdapat kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi atau terdapat transaksi retur; atau
  • Pembatalan, dalam hal terdapat transaksi yang dibatalkan

Ketentuan Pembetulan/Pembatalan Bukti Potong/Pungut:

  • Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan atas objek pajak yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi.
  • Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan.
  • Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Tambahan dilaporkan dalam pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi.

 

Ketentuan Lain dalam Pasal 12 & 13:

  • Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi mengakibatkan adanya pajak yang kurang dibayar, Pemotong/Pemungut PPh terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut sebelum menyampaikan pembetulan dimaksud.
  • Jumlah pajak yang kurang disetor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP.
  • Pemotong/Pemungut wajib melakukan hal berikut ini jika terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan PPh yang mengakibatkan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut:
  1. Melakukan pembetulan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi menjadi sesuai dengan jumlah PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut; dan
  2. Melakukan pembetulan SPT Masa Unifikasi sehingga mengakibatkan kelebihan penyetoran PPh,
  • Kelebihan penyetoran PPh dapat diminta kembali oleh Pemotong/Pemungut PPh dengan mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang atau Pemindahbukuan, ke KPP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
18 August 2021/0 Comments/by maasadmin
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/08/images-2.jpg 183 275 maasadmin https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png maasadmin2021-08-18 09:55:312021-08-18 09:58:25Ringkasan PER-23/PJ/2020
News

Menyoal Inkonsistensi Kebijakan Transfer Pricing Nurdiansyah, Thursday, 26 November 2020

Indonesia sejak tahun 2016 resmi mengadopsi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action 13 dalam rangka mendorong keterbukaan informasi wajib pajak terkait transaksi hubungan istimewa antar-perusahaan dalam satu grup. Ini merupakan satu dari 15 proyek anti-penggerusan basis pajak dan pengalihan laba perusahaan yang diinisiasi oleh OECD dan negara-negara G20.

Implementasinya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.03/2016, yang mewajibkan perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi, menyusun dan melaporkan dokumentasi penetapan harga transfer (transfer pricing) sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle). Ada tiga berkas yang dipersyaratkan, yakni: dokumen induk (master file), dokumen lokal (local file), dan laporan per negara (Country by Country Report).

Dengan berlakunya PMK Nomor 213/PMK.03/2016 maka analisis transaksi afiliasi dalam penyusunan dokumentasi transfer pricing menggunakan pendekatan penetapan harga (arm’s length price setting) atau ex ante approach. Artinya, untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi menggunakan data atau informasi pembanding sebelum atau saat transaksi dilakukan.

Misalnya, saat penyusunan local file menggunakan metode Metode Laba Bersih Transaksional (TNMM) data pembanding untuk tahun pajak yang sama belum tersedia, maka pengujian bisa menggunakan data satu atau dua tahun pajak sebelumnya.

Apakah pendekatan ex-ante ini hanya diperuntukan bagi wajib pajak? Tidak demikian seharusnya. Idealnya, pedoman ini berlaku juga bagi petugas pajak Kecuali Audit.

Namun, pada kenyataannya prosedur pemeriksaan pajak terkait transfer pricing masih menggunakan pedoman lama, yakni Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-22/PJ/2013. Peraturan yang tingkatannya lebih rendah dari PMK ini menegaskan bahwa pendekatan pengujian (the arm’s length outcome-testing) menjadi rujukan dalam proses pemeriksaan pajak terkait transfer pricing. Dengan kata lain, analisis transfer pricing dalam proses pemeriksaan mensyaratkan data atau informasi pembanding setelah transaksi afiliasi dilakukan (ex post approach).

Beda perlakuan ini menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama bagi wajib pajak. Ini bertentangan dengan asas-asas pemungutan perpajakan yang seharusnya. Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, menjabarkan asas-asas pemungutan pajak yang berpijak pada empat hal: equality and equity, certainty, convenience of payment, dan economics of collection. Keempat prinsip yang seharusnya menjadi semangat semua regulator, tapi sepertinya tidak untuk kasus ini.

Jadi mana pendekatan analisis transfer pricing yang benar, apakah ex ante atau ex post? Tingkatan hukumnya mana yang lebih tinggi, PMK Nomor 213/PMK.03/2016 (ex ante) atau PER-22/PJ/2013 (ex post)? Dan, siapa yang harus tunduk pada kedua regulasi tersebut: wajib pajak, fiskus, atau semuanya? Kalau regulator saja bingung jawabnya, apalagi wajib pajak.  Maju Kena, Mundur Kena

Ilustrasi begini, wajib pajak harus melampirkan surat pernyataan dalam SPT PPh badan yang menyatakan bahwa dokumen induk dan dokumen lokal telah tersedia paling lambat empat bulan setelah akhir tahun pajak. Sebaliknya, wajib pajak diminta menggunakan data pembanding tahun pajak berjalan ketika sedang diperiksa fiskus. Padahal, data pembanding untuk tahun yang sama belum tentu tersedia dalam database komersial.

Sejatinya, pendekatan ex-ante yang menjadi ruh  PMK Nomor 213/PMK.03/2016 merupakan kemajuan dalam mendorong transparansi dan keterbukaan transaksi afiliasi. Sebaliknya, pendekatan ex-post menjadi kemunduran dalam proses pemeriksaan pajak terkait transfer pricing. Alih-alih memberikan kepastian hukum, implementasi kedua regulasi tersebut justru malah membingungkan.

Sebab, dokumentasi transfer pricing yang disiapkan wajib pajak menggunakan pendekatan ex ante seolah hanya sebagai persyaratan pelaporan SPT PPh Badan, yang kecenderungannya diacuhkan oleh pemeriksa pajak yang sampai saat ini masih berpegang pada pendekatan ex post.

Padahal, berdasarkan Pasal 1 ayat 25 UU KUP, tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Kaitannya dengan transfer pricing, kepatuhan wajib pajak menjadi sia-sia karena master file dan local file yang dibuatnya berpotensi diabaikan atau tidak diakui oleh pemeriksa pajak. Hal ini disebabkan oleh beda perspektif yang dibangun oleh tim pemeriksa dan wajib pajak, ex ante versus ex post.

Perbedaan periode data pembanding dalam proses pemeriksaan sangat mungkin memunculkan temuan ketidakwajaran transaksi afiliasi oleh fiskus, sekalipun wajib pajak sudah berupaya keras memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Butuh Kepastian

Pada prinsipnya, terdapat empat kriteria pemeriksaan yang efektif jika mengacu pada Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak No. 15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan.

Pertama, pemeriksaan selesai dan pencairan dari hasil pemeriksaan optimal. Untuk itu, pemeriksaan harus dapat meminimalkan tunggakan pajak dan prosesnya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Kedua, pemeriksaan pajak seharusnya dapat meringankan upaya hukum. Artinya, kualitas pemeriksaan harus ditingkatkan agar hasilnya optimal dan dapat diterima oleh wajib pajak sehingga meminimalkan upaya hukum lanjutan yang dapat menguras tenaga, waktu, dan biaya.

Ketiga, pemeriksaan pajak idealnya dapat mengendalikan restitusi pajak. Ini terkait dengan ketentuan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Sebagaimana diatur di Pasal 17C dan 17D Undang-Undang KUP, serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN, wajib pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan dapat dilakukan pemeriksaan post-audit. Dengan demikian, pemeriksa pajak bisa lebih fokus menyoroti kepatuhan wajib pajak, selain yang telah diberikan pengembalian pendahuluan.

Keempat, audit pajak seyogyanya menciptakan kepatuhan pajak yang berkelanjutan. Kepatuhan berkelanjutan dapat terlihat dari dinamisasi SPT untuk tahun-tahun setelah dilakukan pemeriksaan.

Semua tujuan pemeriksaan pajak itu sungguh mulia, tetapi dalam pelaksanaanya kerap sebaliknya. Adalah inskonsitensi kebijakan dan multitafsir regulasi yang seringkali mengaburkan tujuan. Contoh kasus dalam tulisan ini tentu saja beda pendekatan analisis transfer pricing dalam proses dokumentasi (ex ante) dan pemeriksaan pajak (ex post).

Sekedar mengingatkan kembali tiga nilai hukum yang dicetuskan filsuf Jerman, Gustaf Radbruch: (1) keadilan; (2) kemanfaatan; dan (3) kepastian hukum. Intinya, hukum tanpa kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat dijadikan pedoman. Karenanya, penting bagi regulator dalam membuat kebijakan, jangan sampai menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) yang dapat memicu konflik.

Lantas apa solusinya? Ya tinggal diperjelas saja, jangan abu-abu seperti sekarang. Keluarkan peraturan yang mempertegas pendekatan tunggal analisis transfer pricing, yang berlaku seragam baik dalam proses dokumentasi maupun pemeriksaan pajak. Begitu aja kok repot.

6 January 2021/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png 0 0 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2021-01-06 09:17:382021-04-22 14:23:37Menyoal Inkonsistensi Kebijakan Transfer Pricing Nurdiansyah, Thursday, 26 November 2020
News

Penerimaan Pajak Semester I 2019 Melempem, Ini Biang Keroknya

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak semester I 2019 sebesar Rp 603,34 triliun. Jumlah tersebut hanya tumbuh 3,74 persen jika dibanding periode yang sama di 2018.

Meskipun tercatat ada pertumbuhan secara volume penerimaan, tapi pertumbuhan tersebut lebih rendah jika dibanding dengan kinerja penerimaan pada 2018 yang berhasil naik 13,9 persen.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, terdapat beberapa jenis pajak utama mengalami tekanan pada semester I 2019. Misalnya PPh 22 impor, hanya tumbuh 2,3 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibanding 2018 yang tumbuh 28 persen.

Selanjutnya, lanjut Robert, ada PPh Badan yang hanya tumbuh 3,4 persen. Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 23,8 Persen.

“Kemungkinan harga jual barangnya turun. Sebagian dari para korporasi ini sudah minta penyesuaian ke kami. Kemungkinan besar dipengaruhi harga-harga jual produk mereka,” kata Robert, dalam Media Gathering, di Bali, Jumat (2/8/2019).

 

Sumber:

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4028182/penerimaan-pajak-semester-i-2019-melempem-ini-biang-keroknya?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Ftag%2Fpajak

5 August 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/sosialisasi-aturan-intip-rekening-djp-undang-300-wajib-pajak.png 335 670 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-08-05 09:16:342021-04-22 14:23:37Penerimaan Pajak Semester I 2019 Melempem, Ini Biang Keroknya
News

Fresh Graduate Dapat Gaji Rp 8 Juta, Pajaknya Berapa?

Jakarta – Media sosial (medsos) digemparkan oleh pernyataan seseorang yang merupakan lulusan Universitas Indonesia (UI) karena menolak gaji sebesar Rp 8 juta per bulan dari perusahaan yang dilamarnya.

Postingan seorang lulusan baru alias fresh graduate dari UI itu pun menjadi viral di Twitter. Di balik viralnya postingan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun memanfaatkannya dengan sosialisasi mengenai pajak penghasilan (PPh).

Mengutip akun @DitjenPajakRI, Jumat (26/7/2019), otoritas pajak membuat postingan mengenai PPh yang harus dibayarkan masyarakat dengan gaji Rp 8 juta per bulan.

“Fresh Graduate Universitas Ini dia, kerja di perusahaan dengan #gaji8juta, ini PPh-nya,” cuit akun @DitjenPajakRI.

Dalam cuitannya, otoritas pajak nasional juga memposting sebuah foto berupa tulisan yang sekaligus informasi mengenai pembayaran PPh. Postingan itu sudah mendapat 3.572 likes dan 3.568 retweets.

Seseorang yang memiliki gaji sebesar Rp 8 juta per bulan dengan status jomblo, hari Sabtu-Minggu lembur tapi tidak dibayar, hingga tidak punya program pensiun. Maka, PPh Pasal 21 yang harus dibayarkan setiap bulan Rp 155.000 atau Rp 1,86 juta per tahun.

“Kerja sebagai karyawan jadi pajaknya dipotong perusahaan, tinggal minta bukti potong 1721 untuk lapor SPT Tahunan,” tulis postingan DJP.

Sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4640389/fresh-graduate-dapat-gaji-rp-8-juta-pajaknya-berapa?_ga=2.211254044.821698180.1564452118-543617545.1563354212

30 July 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png 0 0 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-07-30 09:14:302021-04-22 14:23:37Fresh Graduate Dapat Gaji Rp 8 Juta, Pajaknya Berapa?
News

Diskon Pajak 300 Persen Bakal Gairahkan Sektor Industri

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan inovasi perpajakan yang dilakukan pemerintah demi menggairahkan dunia industri. Paket fasilitas pajak ini mulai dari 60 persen sampai 300 persen.

Deduksi pajak ini memberi efek kepada penghasilan neto atau bruto. Yang tertinggi sebesar 300 persen penghasilan bruto diberikan untuk perusahan yang melalukan penelitian dan pengembangan di Indonesia.

“Pemerintah dalam hal research and development (R&D) memberikan insentif sampai 300 persen. Jadi beberapa industri yang menggunakan Indonesia sebagai basis, misalnya otomotif, itu mereka bisa mendapat fasilitas hingga sampai dengan 300 persen,” ujar Airlangga dalam Indonesia Development Forum 2019 (IDF 2019) pada Senin (22/7/2019) di JCC.

Insentif itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45/2019 yang baru disahkan pemerintah bulan lalu. Menperin menjelaskan UU ini bertujuan memperkuat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan inovasi, serta menunjang industri berorientasi ekspor.

Bagi Wajib Pajak Badan yang memberikan pelatihan SDM, seperti magang dan pengembangan vokasi, bisa mendapat deduksi pajak bruto hingga 200 persen.

Ada pula deduksi pajak hingga 60 persen untuk penghasilan neto bagi industri padat karya. Airlangga memandang industri itu memainkan peran penting pada ekspor, sehingga pemerintah memberi deduksi pajak.

Pertimbangan lain adalah meringankan beban perusahaan seperti dalam membayar tenaga kerja di industri ini, sebab labor cost terus meningkat dari waktu ke waktu.

“Ini diperlukan agar industri-industri yang berbasis padat karya yang berorientasi ekspor bisa memiliki daya saing yang kuat,” ujar Airlangga. Dan agar labor intensive industry dapat terus tumbuh dan berkembang,” tegasnya.

 

 

Sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4018780/diskon-pajak-300-persen-bakal-gairahkan-sektor-industri

23 July 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png 0 0 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-07-23 09:13:282021-04-22 14:23:37Diskon Pajak 300 Persen Bakal Gairahkan Sektor Industri
News

Sri Mulyani Soroti Penerimaan Pajak Digital Belum Maksimal

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyoroti masalah penerimaan pajak secara digital yang belum dimaksimalkan Indonesia. Dia pun meminta agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ikut masuk dalam perkembangan teknologi serta menambah penerimaan pajak secara digital.

Pasalnya menurut Mantan Direktur Bank Dunia itu potensi perpajakan Indonesia di ekonomi digital sangat besar sekali. “Realisasi masih belum mencerminkan besarnya penggunaan e-commerce,” ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Senin (15/7/2019).

Menurutnya dalam era ekonomi digital saat ini para pelaku usaha tidak lagi perlu ada di suatu negara untuk mengeruk pendapatan di wilayah tersebut, karena semuanya sudah serba digital. “Kondisi saat ini perusahaan asing tidak perlu lagi membuka kantor di Indonesia untuk bisa meraup keuntungan. Mereka cukup lewat online bisa meraup keuntungan dari Indonesia,” katanya

Dia pun meminta agar tantangan perpajakan di era ekonomi digital bisa dapat diwajab oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga dampaknya bisa memperbesar penerimaan pajak secara nasional. Karena itu Ia mendorong DJP untuk terus melakukan inovasi di tengah kemajuan teknologi yang bergerak sangat cepat.

“Seluruh tantangan tidak bisa lagi diatasi dengan menambah SDM (Sumber Daya Manusia), tapi kita harus lakukan terobosan inovasi dan memanfaatkan teknologi informasi serta basis data. Jadi pilar ketiga ini menjadi sangat penting dalam era digitalisasi,” jelasnya.

Sumber: https://ekbis.sindonews.com/read/1420442/33/sri-mulyani-soroti-penerimaan-pajak-digital-belum-maksimal-1563175174

15 July 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png 0 0 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-07-15 09:12:582021-04-22 14:23:37Sri Mulyani Soroti Penerimaan Pajak Digital Belum Maksimal
News

Sri Mulyani Tegaskan Bakal Genjot Pajak E-Commerce

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadikan momentum peringatan hari pajak 2019 untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan khususnya sektor ekonomi digital atau e-commerce. Di mana hal ini sudah menjadi pembahasan serius dalam pertemuan negara G-20 di Osaka beberapa waktu lalu.

“Tantangan perpajakan di era ekonomi digital menjadi topik yang sangat penting dan dibicarakan dalam forum sidang tahunan G20 di Jepang harus diantisipasi oleh Diretorat Jenderal Pajak,” ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (15/7/2019).

Potensi perpajakan dari ekonomi digital tersebut sangat besar sekali apalagi penggunaan internet sudah semakin luas. Namun sayangnya, realisasi di lapangannya, penerimaan pajaknya masih rendah dan belum mencerminkan potensi yang sebenarnya. “Realisasi masih belum mencerminkan besarnya penggunaan e-commerce,” jelasnya.

Pada era ekonomi digital ini, kata Sri Mulyani, kegiatan usaha sudah dilakukan antar lintas negara alias serba digital. Perusahaan asing tidak perlu lagi membuka kantor di Indonesia untuk bisa meraup keuntungan atau cukup dilakukan melalui sistem online.

Oleh sebab itu, perpajakan juga harusnya bisa lebih fleksibel. Artinya, negara harus bisa mengenakan pajak kepada perusahaan asing yang mendapatkan keuntungan dari dalam negeri.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pendefinisian ulang dari bentuk Badan Usaha Tetap (BUT) menjadi agenda penting untuk di antisipasi baik di dalam negeri maupun di dunia. Adapun perubahan nantinya adalah dari bentuk BUT alias permanent establishment menjadi significant economic presence.

“Jadi bukan lagi fisik, tapi nilai ekonomi dan kegiatan yang menggenerate nilai tambah dan pendapatan menjadi sangat penting. Ini adalah tugas berkelanjutan yang saya harap bisa dilaksanakan dan diselesaikan seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak,” tandasnya.

Sumber:

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4012915/sri-mulyani-tegaskan-bakal-genjot-pajak-e-commerce?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Ftag%2Fpajak

15 July 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/sri-mulyani-1.jpg 393 700 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-07-15 09:11:522021-04-22 14:23:37Sri Mulyani Tegaskan Bakal Genjot Pajak E-Commerce
News

Kejar Pajak Google Cs, Sri Mulyani Keluarkan Jurus Ini

Jakarta – Pemerintah mengejar pajak Google hingga Facebook. Berbagai cara telah dilakukan, salah satunya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Pemerintah akan menghitung kewajiban pajak berdasarkan volume kegiatan bisnisnya di Indonesia, bukan berdasarkan bentukan perusahaan tetap.

“Jadi BUT sendiri tetap akan sama redefinisinya, tapi berapa kewajiban mereka membayar pajaknya tidak lagi diterapkan berdasarkan ada atau tidaknya BUT, tetapi berdasarkan seberapa banyak mereka mendapatkan economics value di suatu negara,” ujarnya di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

Pemerintah melalui Ditjen Pajak akan menghitung seberapa besar Google Cs mendulang pendapatan di Indonesia, yang Sri Mulyani sebut economic present. Perhitungan itu yang akan dijadikan bahan tagihan pajak.

 

“Sebenarnya ada berbagai macam, OECD itu ada beberapa, tetapi yang kita perjuangkan dan masuk pembahasan working group dan G20 saat membahas International Taxation, kata-kata economics present itu sudah diterima,” tambahnya.

Namun, untuk mengimplementasikan pajak berdasarkan economic present perlu digodok lebih lanjut terkait azas hak perpajakan yang adil (fair taxation right). “Bagaimana bagi perpajakan secara adil antara mereka headquarter maupun di daerah mereka beroperasi,” tutupnya.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sendiri memiliki peran cukup penting seiring dengan meningkatkan perkembangan model usaha lintas negara yang melibatkan subjek pajak luar negeri. Perlu memberikan kepastian hukum bagi subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha melalui BUT dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan di Indonesia.

 

Aturan ini mengatur mengenai perpajakan bagi orang pribadi asing yang tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan. Serta, badan usaha asing yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Selanjutnya, diatur juga mengenai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). P3B adalah perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.

Dalam pasal 2 ditegaskan, orang pribadi asing atau badan usaha asing yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP).

 

Kepemilikan NPWP juga paling lama satu bulan setelah saat mulai menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia. Nantinya orang pribadi dan badan usaha asing wajib menyerahkan objek pajak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Adapun, kriteria BUT yang dijelaskan dalam aturan adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria seperti adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia dan bersifat permanen.

 

Sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4583997/kejar-pajak-google-cs-sri-mulyani-keluarkan-jurus-ini?_ga=2.45398692.127633250.1560390668-363719665.1524632993

13 June 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/google.jpg 800 1200 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-06-13 09:09:532021-04-22 14:23:37Kejar Pajak Google Cs, Sri Mulyani Keluarkan Jurus Ini
News

Pengusaha yang Tunggak Pajak akan Dilarang Ajukan Izin Usaha di DKI

Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 47 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Kewajiban Pajak Daerah dari Pemohon Perizinan dan Pemohon Pelayanan Perpajakan Daerah. Pengusaha yang menunggak pajak akan dilarang mengajukan izin usaha kembali sampai pajak dibayarkan.

“Kalau dengan peraturan mereka mau tidak mau harus bayar. Mereka tidak bisa melanjutkan usahanya. Ini tidak hanya berlaku di kita. Tapi juga Kementerian Keuangan juga,” kata Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Faisal Syafruddin kepada wartawan di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2019).

Faisal mengatakan aturan tersebut tidak berlaku pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dia mengatakan masih ada toleransi bagi pengusaha di bidang UMKM.

“Ini dalam tahap awal usaha kecil dan mikro biar berjalan dengan baik dan establish. Baru dia bayar pajaknya. Untuk menengah dan atas ini kan mereka sudah establish nih. Sudah mampu untuk membayar pajak. Jadi kebijakan ini kita tekankan untuk yang mampu dulu,” ujar Faisal.

BPRD DKI Jakarta akan melakukan sinkronisasi data dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk menerapkan kebijakan tersebut. Sinkronisasi ditargetkan selesai sebelum Agustus 2019.

“Sebelum 3 bulan sudah bisa diterapkan karena makin cepat maka optimasi penerimanya makin cepat,” jelas Faisal.

 

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4583564/pengusaha-yang-tunggak-pajak-akan-dilarang-ajukan-izin-usaha-di-dki?_ga=2.208998674.127633250.1560390668-363719665.1524632993

13 June 2019/0 Comments/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png 0 0 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-06-13 09:08:352021-04-22 14:23:37Pengusaha yang Tunggak Pajak akan Dilarang Ajukan Izin Usaha di DKI
News

Anies Tak Khawatir Potensi Pendapatan Hilang karena Gratiskan PBB

Jakarta – Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan optimistis pendapatan daerah tak akan kurang dengan adanya program penggratisan Pajak Bumi Bangunan (PBB). Menurutnya, potensi pajak DKI masih dalam taraf aman.

“InsyaAllah pendapatan Jakarta aman. Bahkan, potensi pajak kita masih besar,” kata Anies usai menghadiri acara Launching Fiscal CadasterPajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Anies meyakini, kebijakan barunya memperluas pembebasan PBB terhadap tenaga pendidik, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), mantan pejabat, dan mantan pejuang tak kurangi pendapatan DKI.

Menurutnya, berkaitan dengan peluncuran program Fiscal Cadaster dapat membantu penghasilan pajak DKI. Mekanisme pendataan atau sensus wajib pajak penduduk DKI secara langsung terjun ke lapangan dipercaya menjadi jurus ‘tokcer’.

Dengan Fiscal Cadaster, Anies yakin DKI Jakarta akan memiliki penduduk dengan yang semakin wajib akan pajak.

“Program ini amat penting. Karena kita akan memiliki data yang lengkap mengenai bukan hanya PBB, tapi juga pajak-pajak yang lain. Jadi Fiscal Cadaster ini penting sekali,” jelas Anies.

Selain itu, Anies percaya Fiscal Cadaster ini dapat menjadikan DKI Jakarta sebagai kota yang memiliki kebijakan pajak yang adil, serta membantu pembiayaan pembangunan daerah berjalan dengan baik.

Dalam pelaksanaannya, Fiscal Cadaster ini dilakukan dengan kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), dan Asian Development Bank (ADB).

 

Sumber: https://finance.detik.com/properti/d-4525642/anies-tak-khawatir-potensi-pendapatan-hilang-karena-gratiskan-pbb

29 April 2019/by MAAS Consulting
https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2019/04/anies.jpg 765 1360 MAAS Consulting https://www.maas.co.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-300x102.png MAAS Consulting2019-04-29 09:21:592021-04-22 14:23:37Anies Tak Khawatir Potensi Pendapatan Hilang karena Gratiskan PBB
Page 1 of 512345

Latest News

  • Ringkasan PER-23/PJ/202018 August 2021 - 9:55 am
  • Menyoal Inkonsistensi Kebijakan Transfer Pricing Nurdiansyah, Thursday, 26 November 20206 January 2021 - 9:17 am
  • Penerimaan Pajak Semester I 2019 Melempem, Ini Biang Keroknya5 August 2019 - 9:16 am
  • Fresh Graduate Dapat Gaji Rp 8 Juta, Pajaknya Berapa?30 July 2019 - 9:14 am
  • Diskon Pajak 300 Persen Bakal Gairahkan Sektor Industri23 July 2019 - 9:13 am
Popular
  • Ringkasan PER-23/PJ/202018 August 2021 - 9:55 am
  • Sri Mulyani: Orang Dengar Pajak Kepalanya Langsung Kors...14 January 2019 - 6:20 pm
  • Pajak e-commerce tuai pro-kontra, Menkeu: Isu pajak memang...14 January 2019 - 6:55 pm
  • AEoI Diharapkan Tingkatkan Kepatuhan Pajak Orang Kaya14 January 2019 - 10:21 pm
  • Ditjen Pajak Punya Teknologi Lacak Wajib Pajak Via Meds...21 January 2019 - 6:56 pm
Comments
Tags

MAAS Consulting was established in 1997 by experienced consultants in the fields of tax and accounting.

Head Office

Gedung Arva Lt 3 Jln. R.P Soeroso No.40
Gondangdia, Menteng
Jakarta Pusat 10350.
Indonesia

Workshop & Correspondence

Jl. Teluk Ratai No. 82a
Rawa Bambu – Pasar Minggu
Jakarta Selatan 12520
Indonesia

Availability & Support

Mon – Fri (09.00 – 17.00 WIB)
Phone: +6221-780 7316
Fax: +6221-7884 0191
Email: info@maas.co.id

© 2019 MAAS Consulting

Scroll to top Scroll to top Scroll to top

We use cookies to personalize content and ads, to provide social media features and to analyze our traffic. We also share information about your use of our site with our social media, advertising and analytics partners who may combine it with other information that you’ve provided to them or that they’ve collected from your use of their services

OKLearn More

Cookie and Privacy Settings



How we use cookies

We may request cookies to be set on your device. We use cookies to let us know when you visit our websites, how you interact with us, to enrich your user experience, and to customize your relationship with our website.

Click on the different category headings to find out more. You can also change some of your preferences. Note that blocking some types of cookies may impact your experience on our websites and the services we are able to offer.

Essential Website Cookies

These cookies are strictly necessary to provide you with services available through our website and to use some of its features.

Because these cookies are strictly necessary to deliver the website, refusing them will have impact how our site functions. You always can block or delete cookies by changing your browser settings and force blocking all cookies on this website. But this will always prompt you to accept/refuse cookies when revisiting our site.

We fully respect if you want to refuse cookies but to avoid asking you again and again kindly allow us to store a cookie for that. You are free to opt out any time or opt in for other cookies to get a better experience. If you refuse cookies we will remove all set cookies in our domain.

We provide you with a list of stored cookies on your computer in our domain so you can check what we stored. Due to security reasons we are not able to show or modify cookies from other domains. You can check these in your browser security settings.

Google Analytics Cookies

These cookies collect information that is used either in aggregate form to help us understand how our website is being used or how effective our marketing campaigns are, or to help us customize our website and application for you in order to enhance your experience.

If you do not want that we track your visit to our site you can disable tracking in your browser here:

Other external services

We also use different external services like Google Webfonts, Google Maps, and external Video providers. Since these providers may collect personal data like your IP address we allow you to block them here. Please be aware that this might heavily reduce the functionality and appearance of our site. Changes will take effect once you reload the page.

Google Webfont Settings:

Google Map Settings:

Google reCaptcha Settings:

Vimeo and Youtube video embeds:

Other cookies

The following cookies are also needed - You can choose if you want to allow them:

Privacy Policy

You can read about our cookies and privacy settings in detail on our Privacy Policy Page.

Privacy Policy
Accept settingsHide notification only